Senin, 15 Juli 2013

Human is Weak



Saya bakalan nulis sesuatu yang agak nyeleneh, sok English pula.

Apa itu?

Udah baca aja.

Ketika kamu diberikan kesempatan untuk melihat semua hal yang tidak bisa kamu sentuh, what is the first thing you see there? Yes, there (nunjuk-nunjuk kepala).

Apakah itu sesuatu yang kamu liat, apakah itu sesuatu yang kamu tidak sentuh atau juga sesuatu yang bahkan tidak kamu pikirkan?
Bingung?
I guess so.

Oke, saya punya dua buah botol kaca yang kosong,
salah satunya saya isi dengan tepung terigu sedangkan yang lainnya saya isi dengan gula halus putih.
So, it looks like each other huh?

kemudian setelah saya merasa cukup bosan untuk memandangi dua botol ini (saya kurang kerjaan) saya memutuskan untuk melemparnya secara bersamaan tanpa ngeliat.
Lalu apakah yang akan terjadi jika saya menukar botol dengan cepat tanpa pernah mengingat yang mana gula yang mana tepung tanpa harus membuka mencicipi dan bahkan melihatnya?

Yes, we will never know, kecuali saya menebak dan tebakan saya benar.

Menusia itu banyak seperti itu.

Jarang bisa membedakan mana gula mana tepung.

Karena jika kedua benda ini ditempatkan dalam wadah yang sama akan sulit membedakannya.

Jadi dengan apa saya akan menganalogikannya?

Kesempurnaan manusia kali yak?

Manusia kan katanya paling sempuna, ya saya setuju.

Namun terlalu banyak manusia yang “tidak sempurna”, karena terlalu lama menunggu yang namanya kesempatan.
Kita tidak akan pernah mendapatkan yang namanya kesempatan,
Benda kayak tepung ama gula itu emang gampang di bedain klo di tempat terbuka, nah klo ditutup?
endus aja sampe gundul. Maksud saya, bukalah penutupnya dulu klo mau makan gulanya trus tepungnya bisa buat lawakan.

Jujur saja saya tidak percaya dengan ungkapan “Kesempatan tidak datang dua kali” saya lebih senang mengatakan “Kita tidak akan pernah menciptakan peluang yang sama persis”. Kenapa? Karena kita manusia, kita paling sempurna.

Seperti gula dan tepung itu kita yang membuatnya terlihat sama. Mata kita terlalu lemah untuk melihat. Tapi jangan lupa, kita itu paling sempurna. Kita bisa kok ngeliat dengan cara tutup mata. Gimana tuh caranya? Untuk itulah kita harus sekolah dengan benar. Bukan, bukan agar kita mendapat nilai bagus dan credit kece di buku laporan prestasi kita. Tapi agar kita bisa melihat masalah dari berbagai sudut pandang.

Masalah yang bisa kita lihat dari berbagai sudut pandang bakalan lebih enak.

Coba aja, kasi gula ama tepung ke acara lawak di tv ama kasi chef yang udah kece bikin roti.
sama sama bikin seneng kan? Yang satu buat ditaburin di kepala(yang sampai saat ini saya tidak tau lucunya dimana, selain kumisnnya si opi kumis) dan satunya buat kue. Dan itu benda bedua cuma bisa dipake klo tutupnya dibuka, biar tau mana gula mana tepungnya.

Dan itu gunanya kita belajar, supaya kita bisa “buka” dan “bedain”. Hal itu bakalan berguna ketika kita belajar dengan arena yang jauh lebih rumit, masyarakat. Karena disana sudah tidak ada IP untuk setiap “pelajaran”. Setiap satu nilai benar akan mendapat apresiasi dan satu nilai salah akan mendapat “Penalty”.

That’s what I talking about. Human is not ready for any problems, even it’s weak as the weakest then.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar